Skip to main content

The Pilgrimage

ada banyak kios pernak-pernik dalam bangunan Jungceylon Mall. Kebanyakan menjual gantungan kunci dan benda-benda kecil dengan harga kurang lebih sama. Saya mencari sesuatu yang berbeda. Setelah melihat banyak bentuk, aku tertarik dengan bentuk kerang berwarna merah muda dan putih. Manis.

Ternyata, benda ini milik Santiago. Setahun kemudian, kami menyadarinya ketika berjalan bersama, dengan ransel di pundak kami berdua.

Baiklah, kuceritakan dari awal bagaimana perjalanan ini bermula


Setelah meninggalkan Jungceylon mall, saya menumpang Scoopy coklat untuk pergi ke Utara. Peta dan uang sebagai bekal perjalanan kubawa. Jalanan selalu mulus dan arahnya selalu mengejutkan. Iya, sebenarnya hanya ada arah kiri dan kanan atau naik dan turun, namun jarak serta pemandangan tidak pernah sama.

Pukul dua siang, saya turun di restoran. Meraih segelas minuman hangat dan roti tanpa isi, memilih sofa di pinggir jendela demi kenyamanan tulang punggung dan tulang ekor, setelah berhari-hari tak berhenti.

Tiba-tiba seorang asing datang dengan ransel dan sepatu convers bolong, khas nature backpacker. Dia memperkenalkan diri penuh percaya diri lalu bertanya ke mana aku akan pergi. Kami berdiskusi tentang rute mana yang selanjutnya akan kutempuh. Setelah sepakat, aku membubuhkan tanda tangan di kertas kuning polos, tanda perjalanan dimulai. Dia memberiku benda kecil hasil utak atik kertas sedotan, benda mungil bermakna: dimana hatimu berada, di situlah hartamu berada.

Langkah pertama kulalui sendiri. Aku pergi ke sebuah tempat dimana kekayaan dan kecerdasan menjadi Raja. Sebagian diriku masih ingin tinggal di kamar tak mau bangun pagi. Karena waktu yang berbicara, aku bergerak berdasarkan intuisi dan emosi. Air mata mengaburkan pandanganku.
Lalu tiba-tiba orang asing itu muncul lagi, menatap mata dan mengangkat ranselku sambil memberi sebuah petunjuk yang kemarin lupa dia sampaikan: melangkahlah demi kemuliaan Allah.

Aku serta merta berlari ke rumah Allah. apa maksudMu, Allah? Tentu tak ada jawaban dari Pieta.

Menu makan malam hari itu soto ayam rasa rumah. Saya menyerah pasrah dan memutuskan pulang ke rumah. Saya tahu selalu ada banyak makanan di rumah. Lalu seorang teman seperjalanan berteriak lantang: "tak ada yang perlu kau takutkan karena kau memiliki semuanya, bahkan masa depanmu pun sudah pasti!" Dia nyerocos menyebutkan hal-hal duniawi. Ah! Aku memang suka sesuatu yang specific, measurable, achievable, realistic dan ber time frame seperti ini, tetapi aku belum cukup percaya.

Saya tertatih memilih langkah kedua tanpa kacamata. Dalam benakku, kacamata dan air mata berkawan. Itu benar, karena keduanya membingkai dan mengaburkan pandangan, ada selintas bayang-bayang semu ungu masa lalu. Aku beruntung bertemu seorang petani. Dia bercerita bagaimana sawah bisa membuat benih padi menjadi beras. Dia menjelaskan bagaimana alam semesta bekerjasama dengan air dan matahari dan ilalang, dan bagaimana petani itu bersama istri dan anak-anaknya membajak, menanam dan ber panen. Kukait-kaitkan analogi nya dengan pilihan keduaku. Kepalaku pusing.
Tiba-tiba aku melihat orang asing sedang berdiri sendiri dikejauhan. Kuhampiri dan kupeluk tubuhnya. Melihatku terguncang, dia berkata “bagikan padaku jika kau sudah siap. Aku tetap di sini”

Kulepaskan pelukanku dan memilih langkah ketiga. Tak disangka, kali ini jauh lebih mudah. Pikiran, hati dan semangatku memiliki memori kecerdasan. Banyak hal kuselesaikan dengan cepat tepat tanpa tepuk tangan. Kepuasan tercipta dan hati berbahagia.

Langkah keempat mengalir. Seperti kata orang Cina, 4 ialah angka kematian. Disini kematianku. Iblis malaikat yang dikutuk Tuhan menjelma menjadi laki-laki tampan mengulurkan tangan dan kuraih cepat lalu kugenggam erat-erat. Uangku habis, petaku tercabik-cabik. Aku kehilangan arah dan terduduk takhluk. Lima puluh sembilan bintang memancar terang di langit gelap tanpa andromeda.

Kutanyakan arah pada orang asing itu. Dia bilang pernah menjadi nelayan. Mereka membaca arah lewat rasi bintang. Setelah mendengarkanku dengan sabar ia berkata: memaafkan itu bukan untuk orang lain, melainkan untuk diri sendiri. Kita melakukannya agar menjadi lebih baik dan terus maju. Aku menampik para iblis pelan-pelan dan menghidupi hatiku perlahan. Kuputuskan untuk menikmati hari ini dan tak menghiraukan kemarin atau masa depan. Hari ini present, hadiah indah berlimpah.

Akhirnya tiba untuk memilih langkah terakhir. Ditemani sepatu convers pink yang sudah lama tidak kupakai, aku rakus membawa semua benda duniawi dalam dua ransel besar. Pagi itu langit berwarna biru, seperti warna terakhir balon anak kecil. Sedikit malu, tapi aku yakin pecahnya cermin besar di kamarku ialah pertanda akhir dari semuanya.

Aku mengajak serombongan anjing penjaga bermobil ke Selatan. Sambil tertawa-tawa tanpa peta dan uang, kami tersesat beberapa kilometer dan terlambat beberapa jam. Aku pemimpin rombongan yang tak tahu arah. Aku menyesatkan mereka!

… kunikmati pemandangan sambil membisu, teringat ajaran silent Ajahn Brahm…

Syukur kepada Allah, kebisuan mengarahkanku pada bentuk syukur. Malam itu Dia menemaniku. Aku tahu itu. Setelah segala ritual selesai, samar-samar kulihat orang asing ada di sana. Dalam terang lilin, aku melihat jelas wajahnya.
Dia Santiago. Dia bukan ahli kimia, rubah, onta, domba atau anak kecil. Dia peziarah yang selalu ada di sekitarku karena simbol tanda ijin peziarah nya terbawa daku!

Ya, aku ingat memang dialah yang memelukku ketika aku menangis, membuatkan kopi ketika aku marah dan selalu melihat, mendengar, memperhatikan serta menganalisa. Dia tak pernah membuka mulut, meski delapan gerahamnya masih utuh dan putih bersih.
Kuhampiri dirinya dan berkata “simbol kerangmu ada padaku, maka ... "

Comments

hm...meski samar,setidaknya kau sudah mengenali Santiago-mu dan yakin bahwa dia adalah teman dalam ziarah panjang. Dan seorang teman dalam peziarahan panjang tidak membutuhkan hal-hal duniawi yang rumit untuk membuktikan bahwa ia adalah teman yang baik untuk menemani perjalanan mencari pedang :)
Helga Jil said…
pedang? 'dengan kekuatan bulan akan membunuhmu' hahaha..
*aku belum selesai baca buku pilgrimage anyway
Mei Sirait said…
pilgrimage nya paulo coelho ya?
Helga Jil said…
inspirasinya dari situ say,
tapi ini pilgrimage nya jilo :)

Popular posts from this blog

Honeymoon 3 - Bandung

Konon kabarnya,  Traveling Bulan Madu  beramai ramai lagi nge trend. Dan tanpa sengaja, kami mencobanya.  Its been really nice ! D + 21 Floating Market Cottonwood Bed and Breakfast Miss Bee Providore Diawali chatting dengan sahabat untuk maen bareng, bersama suaminya dan suami saya, what a lovely first double couple date after our marriage , kami akhirnya memutuskan bermobil ke Bandung. Dia dan suaminya sebenernya suka naik gunung dan moto, seperti juga saya dan suami saya. Tapi kali ini dedek bayi sudah 19 minggu di perutnya asik kaaaan maka kami mencari tempat yang aman damai tentram.  Kami berangkat dari rumah jam 5 pagi, menjemput si sahabat dan berangkat dari rumahnya jam 5.55. Alhasil, jam 8.30 pagi sudah keluar Gerbang Pasteur dari tol Cipularang.  Setelah ngobrol sana sini, kami putuskan untuk ke Pasar Apung - Floating Market - Lembang sebelum waktu check in jam 14.00. Udah ada yang pernah ke sana? ya belon ! Haha google map menjadi andalan yang tepat ! Percaya

WFH? WTF? Hehehe Work From Home

 Hai gaes, long time no see!  life goes membenamkanku dalam rumah, bersama secarik judul WFH alias Working From Home atau bekerja dari rumah. Hari ini sudah resmi 11 bulan aku di rumah. Luar biasah! 1. Bekerja, masih mengerjakan yang ituuu di situuuu jugaa 2. Menemani Ojoss yang beranjak dewasa buahahaa, lucky one! Sejak aku hamil besar, melahirkan, 40 hari, 3 bulanan, sampai MPASI 6 bulan dan saat ini udah 9 bulan, kami selalu bersama oyeah! Saya sampai sewa freezer ASIP saking melimpahnya dan next week ampe udah habis masa nya dan ASIP nya masih uga banyaak maka mo dijadiiin sabun ajaa. Ojoss yang selalu tersenyum tertawa dan sekarang ampe udah bisa tiba-tiba nongol di bawah meja kerja, gelitikin kaki. Yups ampe sempet diare entah karena makan apa, demam, campak, tapi juga ikut staycation berenang ria di bathup hotel lucuk hahaha.  3. Menemani Arga yang sudah sekolah oye! Arga yang sudah menanti-nanti kapan sekolah, disurvey bertahun-tahun sebelumnya, segala persiapan termasuk pengan

Gede

im thanking you, untuk keras hati menguatkan niat dan tekat, memaksakan otot paha depan dan betis menahan rasa sakit menjejak ribuan langkah terjal ke atas, membiarkan bokong mengeras terbang ke atas menumpu tubuh besarku, untuk mengajarkanku kesabaran, merasakan indahnya berjalan bersama teman-teman. teman yang baru kutemui pertama kali, yang sedang kuingat namanya, yang lucu, yang muda, yang sakit, yang mendadak diharuskanNya menghabiskan waktu bersamaku saat itu juga tanpa pilihan lain untuk memintaku berbagi, pada para laki-laki tangguh, ganteng, hebat, yang berharga diri tinggi, meringan sedikit kesakitan mereka, menyalurkan optimisme, menularkan senyum tawa semangat suka cita. atas rasa takut, kala ku berjalan sendiri menerobos hutan gelap penuh pohon berakar kuat, yang belum pernah kulewati sebelumnya, tak peduli berapa gunung pernah kudaki, berapa waktu pernah kuhabiskan sendiri, atas rasa hangat, suara ayah jam 5:32 hari minggu 8 september dari puncakmu 295