Suatu hari yang cerah, adik saya yang tinggal 900km jauhnya dari Jakarta, menginap di rumah kos saya. Siang itu, dia berhasil membujuk saya jalan-jalan ke Kota Tua, setelah membantu saya mengerjakan PeeR. Kami jalan kaki, sarapan dan naik busway. Setiba di Kota Tua, adik saya langsung menunjuk jajaran penjual sepatu "kak, tuh sepatunya bagus" spontan saya bilang "kalo beli sepatu mah di mall ajah" lalu kami tertawa terbahak. Saya menunjuk papan tulisan enter, dengan gambar perempuan penari. Konon itu tempat streptease yang dibuka di malam hari.
Kota tua terletak di sebelah Kota Utara Jakarta (cek http://en.wikipedia.org/wiki/Jakarta_Old_Town) dan apa yang kami lihat di hari Sabtu itu, jauh berbeda dengan apa yang kami lihat via website. Semua museum tutup sekitar pk 15.00 dan pk 16.00 WIB, jalanan tempat pejalan kaki penuh dengan penjual kaos, sepatu, tukang tato, makanan tradisional, dan peramal. Kami sempat mencoba meramal. Thanks God, peramal yang ber iman. Dia selalu membawa-bawa nama Tuhan selama membacakan masa depan kami, sambil selalu mengatakan hal-hal yang baik serta doa dan harapan indah.
Lapangan Fatahillah, penuh dengan pelancong seperti kami. Mereka makan, minum, duduk-duduk, foto-foto dan beberapa naik sepeda berputar-putar. Kami nyaris sewa sepeda tandem (Rp 15.000 per 15 menit) tapi batal karena hari sudah sore dan rute yang kami inginkan yaitu pelabuhan sunda kelapa harus ditempuh melewati ke macet an! haha..
Maka, kami jalan kaki mengitari lapangan, lalu pulang dengan kecewa. Adikku berkata di halte busway yang penuh sesak "kak, aku patah hati" whatss? dan dia bercerita betapa dia mencintai Indonesia, lalu patah hati melihat keadaan ini semua. Di belakang kami ada dua orang bule asal Belanda yang sedang menikmati indahnya berkeringat. Dia juga baru berjalan-jalan seperti kami, baru gagal menikmati minuman botol di mesin penjual di halte busway (kehilangan beberapa lembar uangnya). . Ketika ngobrol dengannya, mereka terkejut bahwa untuk mendapatkan gelar Bachelor Degree jurusan Sastra Jawa, kita ini Warga Negara Indonesia, bahkan harus pergi ke Belanda, ke negara mereka karena Profesor Ahli Bahasa Jawa kita ada di sana! Disamping ini, ondel-ondel yang menemani kami, sisa budaya kita yang indah.
Jakarta juga Indonesia, tapi tidak mewakili Indonesia, adikku.. Maka jika kamu Indonesian, kamu harus pergi ke puluhan kota lain...
Comments